Unsika Karawang Tuai Sorotan Gagalnya Mahasiswa Kuliah Akibat UKT Mahal
DAILYBEKASI.COM, KABUPATEN BEKASI – DPP Lembaga Masyarakat Indonesia (LAMI) menyoroti Haritz Muzaki, seorang anak tukang galon keliling terpaksa mengurungkan niatnya untuk kuliah di Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA)
akibat mahalnya uang kuliah tunggal (UKT) dan tidak sanggup membayar UKT.
Ketua Umum DPP LAMI, Jonly mengatakan tak boleh ada calon mahasiswa baru yang tidak bisa melanjutkan pendidikan karena kenaikan uang kuliah tunggal atau UKT. Menurut dia, asas keadilan dan inklusivitas harus dikedepankan agar UKT yang diberlakukan sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga peserta didik.
“Kami dari LAMI sangat prihatin dan kecewa terhadap Unsika akibat kebijakan UKT tersebut membuat Calon Mahasiswa Haritz yang diterima di Unsika harus gagal kuliah. Seharusnya pihak kampus senantiasa membuka ruang diskusi dan mencarikan solusi agar calon mahasiswa tidak boleh gagal kuliah akibat kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT),” kata Jonly, Senin, (27/5).
Terang dia, keterbatasan waktu dan tidak adanya dialog terhadap calon mahasiswa membuat Haritz gagal kuliah di Unsika, padahal dia ingin sekali melanjutkan pendidikannya. Bahkan seharusnya kampus transparan dan berkeadilan memverifikasi calon mahasiswa yang diterima masuk golongan UKT.
“Kami dari LAMI meminta pemerintah bertanggung jawab dengan membantu calon mahasiswa yang gagal kuliah karena biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT),
Seharusnya pihak kampus bisa menyediakan ruang banding UKT bagi calon mahasiswa baru yang tidak sanggup untuk membayar UKT. Jangan sampai ada mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan finansial gagal untuk masuk perguruan tinggi,” katanya.
“Setiap pengajuan banding atau sanggahan terhadap UKT juga harus ditindaklanjuti secara transparan dalam waktu satu minggu agar hasil banding bisa segera diketahui,” sambungnya.
Menurut dia, terhadap hasil banding UKT ini, PTN harus memberikan keringanan cicilan pembayaran terhadap UKT dan potongan UKT dengan presentase tertentu agar orangtua mahasiswa baru bisa tetap melakukan pembayaran dengan lancar.
“Oleh karena itu Pemda dan DPRD agar peduli terhadap pendidikan dan evaluasi kebijakan rektorat Unsika tersebut, seharusnya pemerintah dan kampus memberikan kesempatan kepada semua warga negara untuk bisa berkuliah, termasuk bagi warga yang kurang mampu seperti Haritz ini,” tandasnya.
Dikabarkan sebelumnya, Kisah sedih harus dialami Haritz Muzaki (17), calon mahasiswa asal Desa Muktiwari, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi. Mimpi besarnya untuk kuliah kandas lantaran tidak mampu membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri di Karawang. Haritz mengaku sebelumnya telah mengikuti ujian masuk di Universitas Singaperbangsa Karawang. Setelah keluar hasilnya, alumnus Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tambelang itu dinyatakan lulus. Namun, hasil itu tidak serta membuatnya melenggang mulus menjadi mahasiswa karena tidak mampu membayar UKT.
“Alhamdulillah saya diterima PTN Unsika Karawang, saya pengin lanjut belajar dengan kuliah. Tapi orangtua belum sanggup membayar UKT,” katanya, Senin, 14 Mei 2024. Haritz merupakan anak dari seorang buruh mengangkut galon isi ulang di Bekasi. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terkadang dirinya harus membantu keluarga dengan mencari botol air mineral bekas di jalanan.
Ketika mengisi formulir di kampus beberapa waktu lalu, Haritz diminta mencantumkan pendapatan orangtuanya. Dengan pekerjaan itu, Haritz lantas mencantumkan gaji orangtuanya sebesar Rp2 juta per bulan. Selanjutnya, setelah proses seleksi berlangsung, Haritz lantas tercantum sebagai calon mahasiswa dengan nominal UKT kategori lima yakni sebesar Rp5,4 juta. Kendati terbilang rendah bagi sebagian orang, nominal tersebut rupanya cukup memberat bagi Haritz dan keluarga.
Dia beserta kedua orangtuanya sempat mengusahakan untuk bisa membayar UKT, mulai dari menambah jam kerja hingga berusaha meminjam uang ke saudara maupun kerabat dekat. Hanya saja, usaha tersebut belum membuahkan hasil.
“Ya memang kadang untuk makan saja pinjam dulu ke tetangga, tapi saya dan orangtua sempat usaha ke sana, ke mari, tambah-tambah pekerjaan. Tapi belum berhasil, padahal kalau dibilang ingin mah jelas ingin sekolah lagi, kuliah,” ucap dia.
Belakangan, ada salah seorang dermawan yang menemui Haritz dan bersedia membayar UKT. Namun, lagi-lagi kisah beruntung dihadapi Haritz. Lantaran saat hendak membayar UKT, batas pembayarannya telah ditutup. “Jadi link-nya itu tidak bisa dibuka lagi, kedaluwarsa. Jadi bingung juga mau ke mana. Harapan mah tentu, siapa yang enggak mau sekolah lagi,” ucap dia.
Sang ayah, Joko mengatakan, Haritz merupakan anak yang rajin belajar dan selalu berprestasi di sekolah. Dia sangat aktif berkegiatan namun tidak lupa menjalani kewajibannya belajar di rumah. Tidak jarang Haritz membantu dirinya bekerja serabutan. Akan tetapi, Joko pun mengaku sedih lantaran cita-cita yang anak untuk kuliah terbentur keadaan. “Saya merasa kepikiran terus dan sedih anak ingin banget belajar melanjutkan kuliahnya, tapi saya belum memiliki uang untuk membayar UKT sebesar segituh. Terus ada yang bantu juga ternyata sudah ditutup, jadi tambah bingung. Semoga ada jalan keluarnya seperti apa. Namanya orangtua, terus usaha sambil doa biar jadi yang terbaik,” ucap dia. (red)