Balitbangda Gelar FGD Abrasi Pantai di Muaragemong
DAILYBEKASI.COM, CIKARANG PUSAT – Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten (Balitbangda) Kabupaten Bekasi menggelar Focus Group Discussion (FGD) Abrasi Pesisir di Kecamatan Muaragemong, Kabupaten Bekasi di Hotel Sakura pada Rabu (25/01).
Pj Bupati Bekasi dalam sambutannya yang disampaikan oleh Asda III Jaoharul Alam menyampaikan bahwa kegiatan FGD ini merupakan tindak lanjut dari hasil Kajian Abrasi Pantai di Muaragemong Kabupaten Bekasi Tahun Anggaran 2022. Abrasi pantai merupakan salah satu bencana alam yang terjadi karena dua hal, yaitu alam dan ulah manusia.
Dalam sambutannya Tiratmodjo (1999) juga menyebutkan bahwa erosi merupakan salah satu masalah yang mengancam kondisi pantai, yang dapat menyebabkan surutnya garis pantai, merusak tanggul dan bendungan yang berada di tepi pantai dan juga mengancam bangunan yang berbatasan langsung dengan laut. .
“Pantai Muaragemong merupakan kawasan pesisir yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa, sehingga memiliki kerawanan bencana abrasi ditambah alih fungsi lahan dari lahan mangrove menjadi tanggul,” kata Jaoharul Alam.
Bahkan dari hasil pengamatan dengan program digital shoreline analysis system (DSAS) selama 34 tahun dari tahun 1988-2022 terjadi perubahan garis pantai di 13 zona lokasi pengamatan. Dimana terjadi delapan zona abrasi dengan luas 2.463,3 dan lima zona terjadi akresi (penambahan tanah) seluas 317,9 hektar.
“Dengan luasnya lahan pesisir Pantai Muaragemong yang hilang akibat abrasi, langkah strategis dan kebijakan teknis maupun kebijakan nonteknis perlu segera diambil oleh Pemerintah Pusat, Provinsi Jabar atau Kabupaten Bekasi,” ujarnya.
Sementara itu, Kabid Ekbang di Balitbanda, Kabupaten Bekasi, Indra Wahyudi mengatakan FGD digelar untuk membahas masalah abrasi yang terus terjadi di Kabupaten Muaragemong. Harapannya, ada solusi strategis yang permanen untuk mengatasi abrasi yang terjadi di wilayah paling utara pulau Jawa itu.
“Ya, erosi di Muaragemong sudah lama terjadi, kalau dibiarkan tanahnya akan terus tergerus. Hingga saat ini, ribuan hektare lahan terdampak abrasi di sana,” kata Indra Wahyudi.
Dengan adanya Abrasi, lanjut Indra, akan mengancam kawasan Permukiman dan Penghidupan Masyarakat di Muaragemong. Selain itu Ekosistem di sana akan terancam punah, terutama Habitat Lutung Jawa yang menjadi ikon Kabupaten Bekasi.
Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh beberapa perwakilan lintas kementerian seperti Kementerian PUPR, Kementerian Lingkungan Hidup, BBWS, PPN/Bappenas dan Pappeda, DKP Provinsi Barat serta tim Peneliti Pesisir.
Tim peneliti Ahmad Taufik Ghazali mengatakan, dalam kajian penanganan Abrasi Muaragemong, dibagi menjadi tiga belas zona. Dari zona-zona tersebut, ada dua zona yakni zona 11 dan 12 yang harus mendapatkan prioritas penanganannya sebelum berhadapan dengan zona lainnya.
“ Solusinya adalah Hybrid Enginering dimana perpaduan antara vegetasi dan teknis, namun yang harus diprioritaskan terlebih dahulu adalah Enginering Design (DED), Teknik Sipil baru kemudian dipadukan dengan vegetasi,” ujarnya.
Sedangkan untuk bagian di Teluk Jakarta, garis pantai harus dipertahankan dengan menggunakan mangrove.
“Dalam artian pemanfaatan mangrove lebih untuk pemanfaatan Sosial Ekonomi masyarakat, tidak menutup kemungkinan untuk dibangun waduk di daerah yang terkena Abrasi di Muaragemong. Karena butuh waktu lama untuk mengembalikan sedimen yang hilang,” imbuhnya.
Menurut Aditya Rizki Taufani dari Bappenas mengusulkan agar dibentuk tim kecil terlebih dahulu dimana berbagai daerah akan merumuskan Rencana Strategis, Rencana Aksi dan Model Pendanaan dalam Penanganan Abrasi di Muaragemong.
Kedepannya perlu dibentuk Tata Kelola Pesisir Muaragemong, agar lebih mudah menata dan mengembangkan Kawasan Pesisir Muaragemong, secara terpadu dan berkelanjutan,” ujar Peneliti Muda alumni Kyushu University Jepang itu. (red)